Selasa, 19 Mei 2009

ANALISIS ILMU PENDIDIKAN ISLAM TENTANG TUGAS PENDIDIK DALAM MEMBINA KETAQWAAN MELALUI TARGHIB DAN TARHIB (Telaah Kandungan Surat Al An'am ayat 27-32)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Telah kita maklumi bersama bahwa pendidikan merupakan faktor pertama dan utama dalam kehidupan manusia dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari yang berlaku semenjak dari buaian sampai ke liang lahat. Dengan demikian, pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan individu, masyarakat, bangsa dan negara (Ichwani, 1991: 38).

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, manusia dapat mengekspresikan diri sebagai hamba Allah yang taat kepada-Nya dan perlu dikembangkan kemampuan tersebut secara professional. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi manusia adalah dengan pendidikan. Dalam pandangan Islam, pendidikan berarti membangun individu yang memiliki kualitas dan peran sebagai khalifah atau setidaknya menjadikan individu berada pada jalan yang akan mengantarkan kepada tujuan pendidikan Islam yaitu manusia yang sempurna atau manusia yang takwa kepada Allah swt. Adapun pengertian dari taqwa ialah takut akan azab Allah, takut kepada-Nya di waktu sembunyi dan terang-terangan (Ulwan, 1981: 393).

Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa tujuan pendidikan dalam Islam ialah terbentuknya anak didik yang menjadi hamba Allah yang takwa dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya kelak, baik yang berhubungan dengan pekerjaan duniawi maupun pengamalan yang berhubungan dengan ukhrowi. Dengan demikian, kehidupan mereka tidak hanya memikirkan keadaan duniawi saja, dan mereka tidak tergelincir ke dalam kesesatan dan kekufuran seperti yang dilakukan oleh orang kafir dan orang munafik. Dalam Al-Qur'an surat Al-An'am ayat 27-32 dikemukakan sebagai berikut:

وَلَوْ تَرَىإِذْ وُقِفُوا عَلَى النَّارِ فَقَالُوا يَالَيْتَنَا نُرَدُّ وَلاَنُكَذِّبُ بِئَايَاتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ {27} بَلْ بَدَا لَهُم مَّاكَانُوا يُخْفُونَ مِن قَبْلُ وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ {28} وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَانَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ {29} وَلَوْ تَرَى إِذْ وُقِفُوا عَلَى رَبِّهِمْ قَالَ أَلَيْسَ هَذَا بِالْحَقِّ قَالُوا بَلَى وَرَبِّنَا قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ {30} قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَآءِ اللهِ حَتَّى إِذَا جَآءَتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُوا يَاحَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلاَسَآءَ مَايَزِرُونَ {31} وَمَاالْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبُُ وَلَهْوُُ وَلَلدَّارُ اْلأَخِرَةُ خَيْرُُ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ {32}

Artinya: "Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika dihadapkan kepada neraka, lalu mereka berkata: kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman (tentulah kami melihat suatu peristiwa yang mengharukan). Tetapi sebenarnya telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali pada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka adalah pendusta belaka. Dan tentu akan mengatakan (pula): hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhan-Nya (tentulah kamu melihat peristiwa yang mengharukan). Berfirman Allah: bukankah (kebangkitan ini benar?) mereka menjawab: sungguh benar, demi Tuhan kami. Berfirman Allah: karena itu rasakanlah azab ini, disebabkan kamu mengingkari(nya). Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan, sehingga apabila kiamat datang kepada mereka tiba-tiba, mereka berkata: alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu. Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan di dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidaklah kamu memahaminya?" (Depag RI, 1992: 190-191)

Firman Allah tersebut di atas, menjelaskan tentang beberapa kehidupan dunia yang beraneka ragam dan itu mempunyai tanggungjawab masing-masing. Untuk itu dalam ayat lain pun dijelaskan dalam Al-Qur'an surat An Nisa ayat 116:

إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا

Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhny" (Depag RI, 1992: 141)

Jadi jelaslah, bahwa kemusyrikan itu adalah dosa yang tak dapat dimaafkan. Yusuf Qardhawi (1997: 165) menguatkan bahwa tidak ada tempat kembali bagi orang musyrik selain neraka. Ia diharamkan memasuki surga. Allah berfirman dalam Al Qur'an surat Al Maidah ayat 72:

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

Artinya: "Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun" (Depag RI, 1992: 173)

Demikian pula bagi orang yang selalu membantah, menentang ayat-ayat Allah dan tidak konsekuen dalam perbuatan dan ucapannya. Hal ini telah dijelaskan Rasulullah saw, dalam haditsnya:

اية المنافق ثلاث: اذا حدّث كذّب واذا وعد اخلف واذا ئتمن خان

Artinya: "Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: 1) apabila ia berkata ia berdusta, 2) apabila ia berjanji ia mengingkarinya, dan 3) apabila dipercaya ia mengkhianatinya" (Wahyudin, 1995: 30).

Orang-orang kafir yang mendustakan janji-janji Allah itu telah merugi. Mereka tidak mendapatkan keuntungan seperti yang diperoleh kaum mukminin, berupa buah keimanan di dunia, seperti keridhaan Allah, bersyukur kepada-Nya ketika mendapat nikmat, bersabar dan tabah ketika mendapat musibah, serta buah keimanan di akhirat, seperti: penghisaban yang mudah, pahala yang besar dan keridhaan-Nya dan nikmat abadi semuanya tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan terdeteksi oleh hati manusia. Nikmat-nikmat akhirat lebih baik daripada nikmat-nikmat di dunia (Al Maraghi, 1992: 172). Hal yang sama disebutkan oleh Hery Noer Ali (1999: 198), bahwa dalam hal kebaikan, Allah melipatgandakan pahalanya, sementara dalam hal keburukan, Dia membalasnya setimpal dengan keburukan itu.

M. Thalib (1996: 127) menjelaskan dalam melaksanakan segala kebajikan itu orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulullah saw didorong oleh kecintaan kepada Allah dan Rasulullah saw agar kelak mendapat ganjaran atau pahala surga. Dan setiap langkah orang-orang mukmin selalu dijiwai oleh semangat mengharapkan ganjaran dan keridhaan Allah swt, sedangkan kebiasaan orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang selalu memusuhi Rasulullah saw dan menolak dakwahnya, mereka lebih mendambakan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat. Perbuatan mereka yang dilakukan di dunia tidak lain hanyalah untuk menciptakan kecelakaan dirinya sendiri. Di akhirat kelak mereka akan merasakan kerugian yang sangat besar berupa ancaman dan siksa neraka.

Agar manusia tidak bernasib seperti orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang lebih mementingkan dan terjebak oleh kehidupan dunia dan agar kelak di akhirat nanti mereka tidak menyesali apa yang telah mereka lakukan, maka tugas pendidikan untuk membina anak sejak usia dini. Untuk membina hal tersebut, maka seorang pendidik harus mengajarkan keyakinan atau keimanan kepada anak didik tentang Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, qadha dan qadar dan mempercayai hal-hal ghaib lainnya seperti: hari kebangkitan, hisab, surga, neraka dan sebagainya. Jika pendidik mengajari anak didiknya akan hakikat iman kepada Allah, memantapkan hatinya dengan tanda-tanda keimanan dan selalu mengusahakannya sekuat tenaga dan mengikatnya dalam aqidah yang benar, maka anak tersebut akan tumbuh di atas keyakinan akan pengawasan Allah, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Bahkan ia akan memiliki benteng iman yang kuat yang dapat membendung arus kerusakan arus kerusakan masyarakat, jiwa dan moral (Ulwan, 1981: 179).

Namun terkadang para pendidik Islam itu melupakan tugasnya dan kurang memperhatikan pendidikan Islam terhadap anak-anaknya, sehingga anak-anak tersebut mencoba, mencari dan menemukan jalannya sendiri. Bahkan lebih tragis lagi adalah terjadinya perubahan sikap, sifat dan karakter yang dipengaruhi oleh budaya, isme yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, permasalahan di atas dapatlah diajukan untuk dijadikan suatu penelitian dengan judul: "Analisis Ilmu Pendidikan Islam tentang Tugas Pendidik dalam Membina Ketaqwaan Melalui Targhib dan Tarhib" (Telaah Kandungan Surat Al An'am ayat 27-32).

B. Perumusan Masalah

Al Qur'an surat Al An'am ayat 27-32, menerangkan tentang sifat-sifat dari orang-orang kafir dan orang-orang munafik yang telah mendustakan pertemuan dengan Tuhan-Nya. Ada beberapa masalah yang terkandung dalam ayat-ayat ini yang dapat dijabarkan dalam pertanyaan di bawah ini:

1. Bagaimana tafsir surat Al An'am ayat 27-32 menurut pendapat ahli tafsir?

2. Bagaimanakah kandungan Al Qur'an surat Al An'am ayat 27-32 bila dihubungkan dengan tugas pendidik dalam membina ketaqwaan melalui targhib dan tarhib?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tafsir surat Al An'am ayat 27-32 menurut pendapat ahli tafsir.

2. Untuk mengetahui kandungan Al Qur'an surat Al An'am ayat 27-32 bila dihubungkan dengan tugas pendidik dalam membina ketaqwaan melalui targhib dan tarhib.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi para pendidik tentang tafsir Al Qur'an surat Al An'am ayat 27-32.

b. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pemikiran terutama mengenai tugas pendidik dalam membina ketaqwaan melalui targhib dan tarhib.

2. Secara praktis:

a. Dapat memberikan petunjuk tentang makna dan isi kandungan Al Qur'an surat Al An'am ayat 27-32 untuk dijadikan pedoman bagi para pendidik dalam melaksanakan tugasnya.

b. Dapat memberikan gambaran tentang kandungan Al Qur'an surat Al An'am ayat 27-32 bila dihubungkan dengan tugas pendidik dalam membina ketaqwaan melalui targhib dan tarhib.

E. Kerangka Pemikiran

Ajaran Islam menegaskan bahwa Al Qur'an merupakan dasar acuan pendidikan Islam, karena Al Qur'an merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan aktivitas ke arah yang dicita-citakan. Al Qur'an juga merupakan system nilai yang universal yang dapat dimanfaatkan untuk keseluruhan aspek kehidupan manusia serta merupakan standar nilai yang dapat mengevaluasi berbagai kegiatan dan kepentingan manusia dalam hal pendidikan (Muhaimin, 1993: 144). Hal ini terbukti dalam surat Al An'am ayat 27-32 mengandung makna yang tersirat terutama dengan tugas pendidik dalam membina ketaqwaan melalui targhib dan tarhib.

Setiap orang muslim memiliki kewajiban untuk bertaqwa kepada Allah swt, agar ia menjalankan hidupnya sebagai hamba Allah yang diridhai-Nya. Al Qur'an merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah saw untuk dijadikan pedoman oleh orang-orang yang bertaqwa.

Pendidik mempunyai tugas untuk memelihara dan menjaganya agar menjadi orang-orang saleh dan bertaqwa kepada Allah swt. Sejalan dengan apa yang diperintahkan-Nya untuk keselamatan di dunia dan akhirat. Taqwa merupakan pilar utama dalam pembinaan jiwa dan akhlaq seseorang dalam rangka menghadapi fenomena kehidupan agar ia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan agar ia bersabar atas ujian dan cobaan. Dengan taqwa, pikiran menjadi terang, kebenaran nampak jelas, hati merasa tenteram, batin begitu damai dan kaki terpancang teguh dalam menapaki perjalanan (Fachruddin, 1992: 458).

Setiap pendidik harus mengajarkan kepada anak didik agar selalu bertaqwa kepada Allah swt, di manapun ia berada. Adapun pembinaan ketaqwaan tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan cara targhib dan tarhib. Targhib adalah janji disertai bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu maslahat, kesenangan, kenikmatan akhirat yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan amal saleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung perbuatan buruk. Tarhib ialah ancaman dari Allah swt yang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut pada para hamba-Nya dan memperhatikan sifat-sifat kebenaran dan keagungan Ilahiyah, agar mereka selalu berhati-hati dalam bertindak serta dalam melakukan kesalahan dan kedurhakaan (An Nahlawi,1996: 412).

Dengan gambaran di atas, dapatlah dikemukakan jika seorang anak berbuat tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka hendaklah ia dididik dan dibina agar selalu bertaqwa kepada Allah swt, dengan cara targhib, sehingga dengan cara ini anak diharapkan tertarik untuk mengerjakan perintah Allah swt, dan meninggalkan larangan Allah swt, tetapi apabila anak tersebut tetap mengerjakan kejelekan maka hendaklah ia dibina dan dididik melalui tarhib, yaitu timbulnya rasa takut kepada Allah swt, perasaan khusyu', perasaan cinta dan raja' (harapan), yaitu keinginan yang sangat terhadap Allah swt, dan harapan untuk mendapatkan pahala serta balasan Allah swt yang banyak.

Dari uraian di atas, kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan dengan skema di bawah ini:


F. Langkah-Langkah Penelitian

Untuk meneliti tentang kandungan Al Qur'an surat Al An'am ayat 27-32 tentang tugas pendidik dalam membina melalui targhib dan tarhib menurut ilmu pendidikan Islam, diperlukan sejumlah data kualitatif dan teknik pengumpulan data. Data tersebut dibutuhkan untuk memberikan nilai keilmuan penelitian ini yang pada gilirannya data tersebut akan dianalisis secara logic sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Sedangkan teknik pengumpulan bahan diperlukan menunjukkan hubungan logic antara data yang satu dengan data yang lain. Maka oleh karena itu, dalam penelitian ini ditempuh dengan memakai penelitian normative. Metode ini disusun secara deskriptif, yaitu penelitian dengan menggunakan metode ini tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada sekarang, di antaranya adalah pola pendidikan dengan menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasinya.

1. Jenis Data

Dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif yang menyangkut data tentang masalah yang akan dibahas, yaitu surat Al An'am ayat 27-32.

2. Sumber Data

Sumber data yang membantu dalam penelitian ini adalah sumber data tertulis yang diperoleh dari bahan-bahan bacaan dan dokumen lainnya yang ada hubungannya dengan inti masalah. Sumber data tertulis ini terdiri dari sumber primer dan sekunder. Sebagai sumber data primer adalah tafsir surat Al An'am ayat 27-32 yang diambil dari beberapa tafsir standar, seperti: Tafsir Al Maraghi, Tafsir Ibn Abbas, Jalalain, dan sebagainya. Selain itu, diambil dari bahan bacaan yang ada hubungannya dengan pendidikan agama Islam tentang kandungan surat Al An'am ayat 27-32. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan analisis content (content analysis) dan berbagai kitab dan buku yang berhubungan dengan inti penelitian ini.


3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik book survey, yaitu dengan membaca, memahami, menganalisis serta menginterpretasikan dan menyusunnya dari berbagai kitab dan buku. Alasannya adalah untuk memperoleh deskripsi yang jelas.

4. Analisa Data

Karena dalam penelitian ini penulis menggunakan data kualitatif, maka selanjutnya akan dianalisis secara logic dengan dibantu oleh ilmu pendidikan Islam sebagai alat menganalisisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar